Perjalanan Memilih VPS

Sewaktu kuliah saya bermimpi punya server sendiri di rumah. Waktu itu, saya sempat menginstall Ubuntu Server 10.04 di amd barton 2500+ hanya untuk memenuhi keinginan saya. Beberapa hardware langsung kedetek tanpa perlu troubleshoot. Namun apa dikata, listrik terlalu mahal apabila komputer tersebut berjalan 24x7. Tak habis ide, saya membeli router pertama saya agar impian memeliki server di rumah bisa terwujud. Router pertama saya adalah Tplink MR3220 yang saya flash ke Openwrt. Slot usb nya saya pasangin flash disk untuk keperluan torrent. Dengan setup sesederhana itu, saya merasa sudah mempunyai server yang bisa saya gunakan sesuka saya.

Ketika bekerja, saya mulai mengenal VPS. VPS pertama yang saya sewa servernya berada di Indonesia dengan RAM 512 MB. Pernah VPS itu mati gara2 running 2 Metasploit secara bersamaan. setelah itu saya mulai menggunakan VPS Singapura dikarenakan latency nya yang kecil mirip VPS Indonesia. Saya menyewa Dedicated bersama temen-temen dan dibagi menjadi beberapa VPS. Dengan bandwith yang tidak terbatas dan rule yang longgar saya jadi bisa norrent sepuasnya. Namun, karena masalah keuangan, saya harus menghentikan langganan saya dan memilih opsi yang lebih murah. Saya pernah memakai Digital Ocean untuk beberapa saat tetapi akhirnya berhenti karena saya rasa masih mahal. Sampai pada akhirnya saya diberi tahu oleh teman untuk menggunakan VPS dari Vultr, karena selain murah, Vultr juga merupakan penyedia VPS yang bisa diperhitungkan. Di Vultr saya memilih paket yang 5$ dan saya gunakan untuk dns server, vpn server, dan web server. Sampai sekarang saya masih memakai Vultr untuk solusi VPS.

Jakarta, 13 Maret 2018